Beberapa versi asal usul pencak silat cimande
Penca Cimande
Penelusuran awal kelahiran ilmu silat (selanjutnya di sebut penca)
Cimande di Tatar Sunda masih dilingkupi misteri. Ini terjadi karena
informasi peristiwa tesbut nyaris tidak ada. Artinya informasi kepastian
waktu lahirnya tidak ada, yang ada adalah informasi-informasi yang
bersifat oral history yang terdiri dari berbagai versi pula. Bahkan
yang menarik adalah di kalangan warga Cimande (sebutan bagi mereka yang
telah menjadi murid ataupun para penerus aliran silat ini) sendiri
terdapat perbedaan penafsiran tentang sosok pencipta aliran penca ini.
Ada yang menafsirkan bahwa sosok Ayah Kahir atau Abah Kahir atau Embah
Kohir adalah seorang laki-laki (sebagaimana umumnya pengertian jawara,
jagoan, pendekar dan sebagainya yang cenderung memilih laki-laki sebagai
gendernya) dan ada pula yang mengisahkan beliau adalah seorang wanita
yang disebut Mbah Khaer. Tetapi uniknya mereka semua menginduk kepada
sang pencipta penca Cimande yang telah dimakamkan di Tanah Sereal
Kabupaten Bogor. Setidaknya pada penelitian ini ada 3 versi tentang awal
mula lahirnya Cimande. Adapun versi-versi tersebut sebagi berikut :
Versi Gending Raspuzi (Pikiran Rakyat, 2002 : 17). Riwayat sebelum
mendirikan sebuah perguruan bernama Penca Cimande, Ayah Kahir pernah
tinggal dan mengajarkan ilmunya di kota Kabupaten Cianjur. Di kota ini
pada tahun 1770 ia menikahi seorang wanita setempat (nama ?) dan
bermukim di Kampung Kamurang, Desa Mande, Cianjur. Di kampung ini pula
Ayah Kahir mengajarkan maenpo atau penca kepada para pemuda setempat.
Ketenarannya sebagai guru penca menyebabkan bupati Cianjur Aria
Wiratanudatar IV atau Dalem Cikundul (1776-1813) memintanya untuk
mengajarkan maenpo kepada putera-putera bupati, pegawai kabupaten dan
para petugas keamanan. Tahun 1815, Ayah Kahir ke Bogor dan menetap di
Kampung Tarikolot, Desa Cimande Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Di
Bogor ini pula ia meninggal dunia pada tahun 1825.
Versi
Ensiklopedi Sunda (2000 : 217). Abah Kohir adalah perintis dan penyebar
Penca Cimande di Tatar Sunda pada abad XVIII. Beliau dikabarkan berasal
dari Kampung Talaga di Majalengka kemudian pindah dan bermukim di
Kampung Kamurang, Desa Mande, Kecamatan Cikalong Kulon, Kabupaten
Cianjur.
Sebelum dikenal sebagai guru silat, Abah Kohir atau
Embah Kohir terkenal sebagai ahli kebatinan di kota Kabupaten Cianjur.
Kepandaiannya bermain penca diketahui melalui adu laga dengan seorang
Cina yang berasal dari Makao yang mahir beladiri Kuntao (salah satu
jenis beladiri yang berasal dari dataran Tiongkok).
Dikisahkan
bahwa pada suatu hari ada orang Cina yang melanggar ketertiban umum,
maka ia kemudian ditangkap oleh petugas Kabupaten Cianjur. Dalam
penangkapan itu, orang Cina tersebut melakukan perlawanan, melecehkan
petugas dan menantang adu laga dengan siapa saja. Pada waktu itu petugas
keamanan kewalahan dan tidak bisa berbuat banyak.
Ayah Kohir
atau Embah Kohir kemudian diminta oleh bupati Cianjur untuk meladeni
tantangan orang Cina tersebut sekaligus menangkapnya. Ayah Kohir
menyanggupi permintaan bupati, maka dilakukanlah pertarungan di
alun-alun kabupaten disaksikan oleh bupati dan masyarakat kota Cianjur.
Dalam pertarungan itu, Ayah Kohir dapat mengalahkan orang Cina tersebut
dan menyerahkannya kepada bupati. Melihat keberhasilan itu, bupati
kemudian meminta Ayah Kohir untuk melatih penca para petugas keamanan
Kabupaten Cianjur.
Dikisahkan selanjutnya, beberapa waktu
kemudian (?) di Kabupaten Bogor sedang terjadi kerusuhan (?). Bupati
Bogor (?) meminta kesediaan Ayah Kohir untuk membantu memadamkan dan
menumpas perusuh. Atas persetujuan bupati Cianjur, Ayah Kohir kemudian
ke Bogor dan kerusuhan dapat dipadamkan. Atas keberhasilan ini beliau
kemudian diminta mengajarkan penca kepada para petugas keamanan. Selama
di Bogor Ayah Kohir atau Embah Kohir bermukim di kampung Tarikolot dekat
Sungai Cimande, di sana ia mengajarkan penca kepada masyarakat umum dan
mendirikan perguruan Cimande. Perguruan kemudian diserahkan kepada
keturunannya (?) dan ilmu silat ini kemudian tersebar. Ayah Kohir
kemudian pindah dari Kampung Tarikolot ke kota Kabupaten Bogor ke suatu
tempat bernama Tanah Sereal dimana akhirnya beliau meninggal dunia di
sana.
Versi Agus Suganda (wawancara tanggal 10 Juli 2002)
mengungkapkan kisah penemuan jurus tersebut. Mbah Khaer (sebutan lain
Ayah Kahir) pada suatu waktu di subuh hari hendak mencuci beras
sekaligus berwudlu ke sebuah talang (saluran air) di sisi Sungai
Cimende. Ia berbekal sebuah boboko berisi beras (wadah tempat mencuci
beras) dan sebuah lampu/pelita untuk menerangi perjalannya ke talang
tersebut. Sesampai di dekat talang, ia melihat suatu pemadangan aneh
yang baru pertama kali dilihatnya. Di depannya sedang berlangsung
pertarungan sengit 2 ekor hewan yaitu seekor harimau dengan seekor
monyet. Dalam perlihatannya bagaimanapun harimau tersebut berusaha
menekan sang monyet tetapi selalu berhasil dielakkan, demikian pula sang
harimau selalu berhasil menangkis serangan gencar sang monyet. Kedua
binatang ini tidak menyadari bahwa tingkah laku mereka sedang
diperhatikan dengan seksama oleh seorang manusia. Hingga akhirnya
pertarungan tersebut selesai tanpa menimbulkan luka berarti pada
keduanya dan mereka kabur berlainan arah. Mbah Khaer segera mencuci
berasnya dan setelah berwudlu ia cepat-cepat kembali ke rumah karena ia
teringat bahwa suaminya selalu pulang pada pagi hari.
Dalam
kisah ini Mbah Khaer diriwayatkan sebagai seorang wanita yang mempunyai
tugas sebagaimana halnya seorang isteri yaitu mempersiapkan sarapan bagi
suaminya. Sesampai di rumah ternyata sang suami telah menunggu dengan
muka marah, dan tanpa bertanya apa-apa sang suami langsung menyerang
isterinya. Sang suami adalah salah seorang jawara dikampung tersebut
yang pekerjaannya pergi malam pulang pagi, sering mabuk-mabukan dan
berjudi. Sedangkan sang istri adalah seorang santri dan ibu rumah
tangga.
Mendapat serangan tiba-tiba dari suaminya, Mbah Khaer
spontan berkelit mengikuti gerakan monyet yang dilihatnya bertarung
tadi. Penasaran dengan serangannya yang gagal kembali sang suami
menyerang dengan pukulan dan tendangan. Mbah Khaer sambil menggendong
boboko berisi beras terus berkelit menghindari serangan suaminya tanpa
sekalipun membalas meskipun selalu ada kesempatan untuk itu. Apa yang
dilihatnya di talang tadi ternyata memberi ilham baginya untuk
menghindar dan menangkis serangan sang suami.
Sang suami
akhirnya menghentikan serangannya karena kelelahan ditambah rasa
penasaran akan kemampuan istrinya yang dapat dengan mudah menghindari
semua serangan-serangannya. Padahal ia terkenal sebagai seorang jawara
di tempat itu. Akhirnya ia mengaku takluk dan mengemukakan niat untuk
mempelajari jurus-jurus tersebut kepada istrinya. Singkat cerita sang
istri kemudian mengajarkan jurus-jurus tersebut dan sang suami adalah
murid pertamanya.
Menurut Agus Suganda nama murid pertama Embah
Khaer adalah Ayah Kholiah yang berarti juga adalah suaminya sendiri,
nama ini terdapat dalam pertalekan Cimande pada urutan kedua setelah
nama Mbah Khaer. Dan peristiwa tersebut berlangsung di Kampung Tarikolot
dekat Sungai Cimande Kabupaten Bogor
Dari ketiga versi di
atas, tidak satupun yang memberikan informasi tentang awal mula (secara
absolut) lahirnya Penca Cimande, meskipun ketiganya mendukung fakta
bahwa Cimande dilahirkan di Kampung Tarikolot Desa Cimande Kecamatan
Caringin Kabupaten Bogor. Namun demikian pada informasi dari versi
Gending Raspuzi ada disebut angka tahun tentang perkawinan Ayah Kahir
dengan wanita asal Cianjur yaitu tahun 1770 (Abad XVIII), kemudian Ayah
Kahir pindah ke Kabupaten Bogor pada tahun 1815 dan mendirikan perguruan
di Cimande di sana dimana ia kemudian meninggal pada tahun 1825. Ini
mengisyaratkan bahwa waktu lahir Perguruan (Sunda = Paguron) Penca
Cimande antara tahun 1815 sampai 1825, sehingga dapat ditarik suatu
asumsi bahwa aliran penca Cimande ditemukan dalam kurun waktu tersebut
berdasarkan alasan bahwa sebuah karya selalu lahir dalam kurun waktu
kehidupan penciptanya.
Sumber dari versi ketiga (Agus Suganda)
juga tidak menyebut angka tahun bahkan kisahnya mengarah pada Oral
History (penyampaian cerita/kisah dari mulut ke mulut) yang lebih
bersifat dongeng dalam periwayatannya. Namun pada versi ini dapat
dilihat pola penemuan jurus-jurus Cimande dalam keadaan tidak disengaja.
Dalam teori Antropologi seperti yang dikemukakan oleh Dixon yang
dikutip oleh Prof. Harsojo (1982 : 177-178) bahwa tipe penemuan seperti
di atas disebut gejala discovery, yaitu suatu proses pra penemuan yang
memenuhi 3 hal yaitu kesempatan, pengamatan, penilaian dan penghayalan.
Disamping itu harus ada pula keinginan dan ada kebutuhan. Ketiga hal
dalam gejala discovery ini terbentuk dalam kisah Mbah Khaer dalam
menemukan jurus Cimande, yaitu adanya kesempatan yang tidak disengaja
melihat pertarungan seekor Harimau dengan seekor Kera. Dari pertarungan
itu secara langsung (otomatis terjadi pengamatan) dimana Mbah Khaer
terus memperhatikan pertarungan tersebut. Dalam hal penilaian dan
penghayalan, bahwa manusia dianugrahi memori untuk mengingat kejadian
yang berkesan baginya, ini kemudian keluar tanpa disadari (hal
pertarungan tersebut) ketika Mbah Khaer diserang oleh suaminya, dan pada
saat inilah keinginan mengelak atau menghindari serangan dari suaminya
menjadi unsur kebutuhan Mbah Khaer.
Penemuan discovery ini juga
disebut penemuan secara kebetulan, dan memang penuturan Agus Suganda
tentang kisah Cimande berlangsung secara kebetulan, ini yang
membedakannya dengan invention atau penemuan sebagai suatu hasil usaha
yang sadar (Ibid : 177), sebab dari ketiga versi di atas tidak satupun
yang mengemukakan bahwa Ayah Kahir atau Abah Kohir atau Embah Kohir atau
Mbah Khaer pernah berguru kepada suatu perguruan silat sebelumnya.
Informasi dari Ensiklopedi Sunda bahwa Abah Kohir atau Embah Kohir
sebelum dikenal sebagai guru penca, beliau adalah seorang ahli
kebatinan. Dapat diinformasikan di sini bahwa untuk mengolah ilmu
kebatinan tidak diperlukan latihan silat, bahkan dalam kisah-kisah
penemuan ilmu-ilmu yang bersifat irrasional sering dilakukan sikap
semedi (Jawa = tapa) dan olah nafas yang tidak memerlukan
gerakan-gerakan silat. Walaupun dimasa sekarang ada perguruan yang telah
memadukan keduanya artinya dalam gerakan mengandung tenaga dalam atau
tenaga inti. Tetapi untuk kasus Cimande, penggunaan tenaga dalam menjadi
bagian tersendiri yang berfungsi sebagai penunjang gerakan silat.
Itupun tidak dimiliki oleh semua murid Cimande tergantung pada
kematangan dan kesiapan sang murid.
Meskipun keduanya berbeda
dalam proses penemuannya, akan tetapi discovery dan invention memenuhi
kriteria sebagai unsur-unsur kebudayaan yang pernah diketemukan untuk
pertama kali dan dipergunakan untuk pertama kali di dalam masyarakat
tertentu (Ibid:). Dari ketiga versi di atas semuanya mengemukakan bahwa
aliran silat (penca) Cimande ditemukan pertama kali dan dikembangkan
oleh Ayah Kahir atau Abah Kohir atau Embah Kohir atau Mbah Khaer, dan
berlangsung pertama kali di Tatar Sunda atau di Tanah Pasundan dalam hal
ini Kampung Tarikolot, Desa Cimande, Kecamatan Caringin, Kabupaten
Bogor.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Casino (United States) - Dr. mcd
Casino (United States) · Casino Lobby 제천 출장안마 (United States). 1 United States. 3 United States. 4 양산 출장마사지 United States. 5 United States. 6 태백 출장마사지 United 태백 출장안마 States. 7 United States. 8 United States. 9 United States. 전라북도 출장샵 10 United States.
Posting Komentar