PPS JOKO TOLE

on Rabu, 27 Februari 2013
SEJARAH SINGKAT PPS JOKO TOLE

Awal Berdirinya Pencak Silat Jokotole


1. Latar Belakang Berdirinya

Berawal dari sebuah dusun kecil di bumi belahan barat pulau Madura tepatnya di Desa Kamal Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan, telah tumbuh benih-benih pesilat dari bakat-bakat yang terpendam bernaung di bawah perkumpulan silat lokal yang belum terorganisir.

Pada tahun 1964 lahirlah sebuah perguruan silat tradisional bernama Sumber Gaya yang dirintis oleh seorang guru silat bernama Moh Halil dan dipimpin oleh H Mustafa. Motif dan gerak serta karakter jurus dan langkah perguruan ini masih dipengaruhi oleh tuntutan lingkungan pada saat itu yaitu hanya mengarah pada salah satu aspek seni pencak silat. Akibat tanah Madura yang tandus dan pola hidup masyarakat pada saat itu tak menentu akhirnya murid-murid Sumber Gaya punah tak tersisa. Namun semangat jiwa dan gelora hati salah satu muridnya bernama Suhaimi telah menumbuhkan keprihatinan atas kepunahan yang terjadi sehingga demi menyalurkan dan mengembangkan bakat serta untuk mempertahankan perguruannya maka pemuda Suhaimi dikala itu terus berlatih menempa diri sambil mengusik jiwa dan mengetuk pintu hati para pemuda lainnya untuk ikut berlatih bersama yang kemudian hari menjadi muridnya.

Berkat ketekunan, keuletan serta semangat jiwa yang tak pernah padam ditempa oleh derasnya pancaroba kehidupan serta akibat hasil tempaan lahir bathin dua orang tokoh yaitu Bapak Nesman dan Bapak Marjuki maka Suhaimi membulatkan tekad, menguatkan keyakinan, maju kemedan laga sabung bebas dibawah naungan IPSI. Pada akhirnya Tuhan Yang Maha Pencipta menjadikan Suhaimi tercipta menjadi sosok pemuda juara Nasional tahun 1975 dan 1976. Perlu diketahui bahwa berkah juara pemuda Suhaimi dari perguruan silat Sumber Gaya ini merupakan perintis jalan atas berdirinya perguruan pencak silat Jokotole.

2. Lahirnya Perguruan Silat JOKOTOLE

Berangkat dari sebuah ilham Ilahi yang mengukapkan bahwa nama Sumber Gaya hendaknya diubah menjadi nama “seorang pahlawan Madura berbahasa Jawa yang merupakan tokoh legendaris terkenal pada zaman Majapahit” sehingga tepatnya nama tersebut adalah “JOKOTOLE”.

Maka atas rahmad dan karunia Allah SWT tgl 21 Maret 1976 lahirlah Perguruan Silat “JOKOTOLE” tepatnya didesa Kamal Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan pulau Madura. Sejarah Perguruan Silat JOKOTOLE telah menorehkan tinta emasnya bahwa pendiri tunggal adalah SUHAIMI. Kemudian didukung oleh 6 tokoh antara lain :
  • Bapak Nesman, Bapak Marjuki dan Bapak Soedjono sebagai pendukung dibidang pencaksilat
  • Bapak Marhamin, Bapak Marsuki Karim dan Bapk R. Saherudin sebagai pendukung bidang umum dan organisasi.
Keenam tokoh itulah yang merupakan cikal bakal berdirinya Perguruan Silat JOKOTOLE.
3. Karakteristik Permainan

Gerak langkah dan jurus Perguruan Silat JOKOTOLE adalah murni ilmu silat Madura yang diwarnai oleh karakteristik tokoh Jokotole yakni keras, cepat dan tangkas yang berakar dari ilmu silat Bawean.
Dari perjalanan Suhaimi menuntut dan mendalami ilmu pencak silat dari beberapa guru beliau antara lain adalah :
  1. Ilmu Silat Bawean dari Abd Kamar dan Mustari Wahid
  2. Ilmu Silat Padang  dari Moh Halil dan Mu’jizat
  3. Ilmu Silat Melayu dari Mu’jizat
  4. Ilmu Silat Gorontalo dari Abd Kamar, Barta dan Buchari Imam
  5. Ilmu Silat Cempaka putih dari Nesman dan Marjuki
  6. Ilmu Silat Sunda, Cimande, Cikalong dan lain-lainnya berasal dari guru tak langsung.
Telah dicari inti sari geraknya diramu dengan pengalaman bertanding dan melanglang buana, ditempa dengan hasil olah pikir dan bathin maka perguruan silat JOKOTOLE menciptakan suatu ilmu silat yang mandiri berdasarkan ilmu silat Madura asli tanpa dipengaruhi oleh ilmu silat lainnya

CINGKRIK GONING

on Senin, 25 Februari 2013

Sekilas Cingkrik Goning

Silat Cingkrik adalah seni bela diri Indonesia yang perkembangannya termasyur di wilayah Betawi dan telah berumur ratusan tahun dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Di tiap-tiap daerah di Indonesia ada tokoh-tokoh pencak silat yang ternama. Salah satu tokoh silat Cingkrik ini diantaranya adalah  Ki Pitung yang menjadi legenda di kalangan masyarakat Betawi.  Ki Pitung bagi masyarakat Betawi adalah pendekar dan pahlawan pembela kaum lemah dari kesewenang-wenangan penjajah Belanda dan antek-anteknya.
Ki Pitung beliau belajar pencak silat dari seorang haji yang berasal dari daerah Menes di Banten Jawa Barat. Beliau menyebar-luaskan pencak silat cingkrik Betawi ini ke daerah Marunda dan ke daerah Rawa Belong Kebon Jeruk serta daerah Jakarta dan sekitarnya.
Kong Goning (Almarhum)
Tentang Ki Goning, nama aslinya adalah Ainin Bin Urim. Beliau lahir sekitar tahun 1895 dan meninggal sekitar tahun 1975 pada umur 80 tahun. Beliau sering dipanggil “Nin” (berubah bunyi menjadi “Ning”) dan ditambah di depan kata Ning leh orang-orang dengan bahasa Betawi yaitu dengan kata ejekan “Go” maka menjadi “Goning”.
Ki Goning atau lebih akrab dipanggil Kong Goning adalah  seorang pejuang serta pewaris dan penerus silat Cingkrik Betawi yang cukup termasyur sehingga murid-murid beliau menisbahkan ilmu silat Cingkrik yang diterimanya kepada nama beliau sehingga dikenallah “Cingkrik Goning”.
Menurut penjelasan dari Haji Husien (amak kedua dari Kong Goning), bahwa beliau sering pergi ke daerah Marunda (Cilincing Tanjung Priok) tempat dimana Ki Pitung jaya pada zamannya.  Beliau pulang ke Kedoya dari Marunda 2, 3 sampai 4 hari lamanya (tidak dijelaskan apa tujuannya).
Kong Goning mempunyai 4 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan. Nama anak laki-laki beliau adalah :
1. Kosim (Almarhum)
2. Haji Husien
3. Haji Sa’adih
4. Hasan Jago/Mandor (Almarhum)
Di daerah Kedoya, pencak silat Cingkrik Betawi ada 2 macam aliran, yaitu:
1. Aliran silat Cingkrik Betawi Sinan dengan ciri gerakan jurus pendek-pendek.
2. Aliran silat Cingkri Betawi Goning dengan ciri gerakan jurus panjang dan lebar.
Babe Usup Utai (Almarhum)
Babe Usup Utai, beliau adalah murid dari Kong Goning. Beliau lahir sekitar tahun 1927 serta meninggal sekitar tahun 1993 pada umur 66 tahun.
TB. Bambang Sudrajat
TB. Bambang Sudrajat adalah murid dan menantu dari Babe Usup Utai sekaligus merupakan pewaris dan penerus dari aliran silat Cingkrik Goning melalaui jalur keilmuan Babe Usup Utai.
Menjelang meninggalnya, Babe Usup Utai memanggil TB. Bambang Sudrajat dan meminta kesanggupan TB. Bambang Sudrajat untuk meneruskan tongkat pewarisan ilmu silat Cingkrik Goning ini dan berwasiat supaya ilmu silat Cingkrik Goning ini supaya dijaga kelestariannya jangan sampai “Mati Obor”.
Demikian sejarah singkat mengenai asal-usul Perguruan Silat Cingkrik Goning ini, dan mudah-mudahan menambah wawasan dan pengetahuan serta bermanfaat bagi kita semua.

PENCAK SILAT CIMANDE

on Senin, 18 Februari 2013
Beberapa versi asal usul pencak silat cimande

Penca Cimande

Penelusuran awal kelahiran ilmu silat (selanjutnya di sebut penca) Cimande di Tatar Sunda masih dilingkupi misteri. Ini terjadi karena informasi peristiwa tesbut nyaris tidak ada. Artinya informasi kepastian waktu lahirnya tidak ada, yang ada adalah informasi-informasi yang bersifat oral history yang terdiri dari berbagai versi pula. Bahkan yang menarik adalah di kalangan warga Cimande (sebutan bagi mereka yang telah menjadi murid ataupun para penerus aliran silat ini) sendiri terdapat perbedaan penafsiran tentang sosok pencipta aliran penca ini. Ada yang menafsirkan bahwa sosok Ayah Kahir atau Abah Kahir atau Embah Kohir adalah seorang laki-laki (sebagaimana umumnya pengertian jawara, jagoan, pendekar dan sebagainya yang cenderung memilih laki-laki sebagai gendernya) dan ada pula yang mengisahkan beliau adalah seorang wanita yang disebut Mbah Khaer. Tetapi uniknya mereka semua menginduk kepada sang pencipta penca Cimande yang telah dimakamkan di Tanah Sereal Kabupaten Bogor. Setidaknya pada penelitian ini ada 3 versi tentang awal mula lahirnya Cimande. Adapun versi-versi tersebut sebagi berikut :

Versi Gending Raspuzi (Pikiran Rakyat, 2002 : 17). Riwayat sebelum mendirikan sebuah perguruan bernama Penca Cimande, Ayah Kahir pernah tinggal dan mengajarkan ilmunya di kota Kabupaten Cianjur. Di kota ini pada tahun 1770 ia menikahi seorang wanita setempat (nama ?) dan bermukim di Kampung Kamurang, Desa Mande, Cianjur. Di kampung ini pula Ayah Kahir mengajarkan maenpo atau penca kepada para pemuda setempat.

Ketenarannya sebagai guru penca menyebabkan bupati Cianjur Aria Wiratanudatar IV atau Dalem Cikundul (1776-1813) memintanya untuk mengajarkan maenpo kepada putera-putera bupati, pegawai kabupaten dan para petugas keamanan. Tahun 1815, Ayah Kahir ke Bogor dan menetap di Kampung Tarikolot, Desa Cimande Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Di Bogor ini pula ia meninggal dunia pada tahun 1825.

Versi Ensiklopedi Sunda (2000 : 217). Abah Kohir adalah perintis dan penyebar Penca Cimande di Tatar Sunda pada abad XVIII. Beliau dikabarkan berasal dari Kampung Talaga di Majalengka kemudian pindah dan bermukim di Kampung Kamurang, Desa Mande, Kecamatan Cikalong Kulon, Kabupaten Cianjur.

Sebelum dikenal sebagai guru silat, Abah Kohir atau Embah Kohir terkenal sebagai ahli kebatinan di kota Kabupaten Cianjur. Kepandaiannya bermain penca diketahui melalui adu laga dengan seorang Cina yang berasal dari Makao yang mahir beladiri Kuntao (salah satu jenis beladiri yang berasal dari dataran Tiongkok).

Dikisahkan bahwa pada suatu hari ada orang Cina yang melanggar ketertiban umum, maka ia kemudian ditangkap oleh petugas Kabupaten Cianjur. Dalam penangkapan itu, orang Cina tersebut melakukan perlawanan, melecehkan petugas dan menantang adu laga dengan siapa saja. Pada waktu itu petugas keamanan kewalahan dan tidak bisa berbuat banyak.

Ayah Kohir atau Embah Kohir kemudian diminta oleh bupati Cianjur untuk meladeni tantangan orang Cina tersebut sekaligus menangkapnya. Ayah Kohir menyanggupi permintaan bupati, maka dilakukanlah pertarungan di alun-alun kabupaten disaksikan oleh bupati dan masyarakat kota Cianjur. Dalam pertarungan itu, Ayah Kohir dapat mengalahkan orang Cina tersebut dan menyerahkannya kepada bupati. Melihat keberhasilan itu, bupati kemudian meminta Ayah Kohir untuk melatih penca para petugas keamanan Kabupaten Cianjur.

Dikisahkan selanjutnya, beberapa waktu kemudian (?) di Kabupaten Bogor sedang terjadi kerusuhan (?). Bupati Bogor (?) meminta kesediaan Ayah Kohir untuk membantu memadamkan dan menumpas perusuh. Atas persetujuan bupati Cianjur, Ayah Kohir kemudian ke Bogor dan kerusuhan dapat dipadamkan. Atas keberhasilan ini beliau kemudian diminta mengajarkan penca kepada para petugas keamanan. Selama di Bogor Ayah Kohir atau Embah Kohir bermukim di kampung Tarikolot dekat Sungai Cimande, di sana ia mengajarkan penca kepada masyarakat umum dan mendirikan perguruan Cimande. Perguruan kemudian diserahkan kepada keturunannya (?) dan ilmu silat ini kemudian tersebar. Ayah Kohir kemudian pindah dari Kampung Tarikolot ke kota Kabupaten Bogor ke suatu tempat bernama Tanah Sereal dimana akhirnya beliau meninggal dunia di sana.

Versi Agus Suganda (wawancara tanggal 10 Juli 2002) mengungkapkan kisah penemuan jurus tersebut. Mbah Khaer (sebutan lain Ayah Kahir) pada suatu waktu di subuh hari hendak mencuci beras sekaligus berwudlu ke sebuah talang (saluran air) di sisi Sungai Cimende. Ia berbekal sebuah boboko berisi beras (wadah tempat mencuci beras) dan sebuah lampu/pelita untuk menerangi perjalannya ke talang tersebut. Sesampai di dekat talang, ia melihat suatu pemadangan aneh yang baru pertama kali dilihatnya. Di depannya sedang berlangsung pertarungan sengit 2 ekor hewan yaitu seekor harimau dengan seekor monyet. Dalam perlihatannya bagaimanapun harimau tersebut berusaha menekan sang monyet tetapi selalu berhasil dielakkan, demikian pula sang harimau selalu berhasil menangkis serangan gencar sang monyet. Kedua binatang ini tidak menyadari bahwa tingkah laku mereka sedang diperhatikan dengan seksama oleh seorang manusia. Hingga akhirnya pertarungan tersebut selesai tanpa menimbulkan luka berarti pada keduanya dan mereka kabur berlainan arah. Mbah Khaer segera mencuci berasnya dan setelah berwudlu ia cepat-cepat kembali ke rumah karena ia teringat bahwa suaminya selalu pulang pada pagi hari.

Dalam kisah ini Mbah Khaer diriwayatkan sebagai seorang wanita yang mempunyai tugas sebagaimana halnya seorang isteri yaitu mempersiapkan sarapan bagi suaminya. Sesampai di rumah ternyata sang suami telah menunggu dengan muka marah, dan tanpa bertanya apa-apa sang suami langsung menyerang isterinya. Sang suami adalah salah seorang jawara dikampung tersebut yang pekerjaannya pergi malam pulang pagi, sering mabuk-mabukan dan berjudi. Sedangkan sang istri adalah seorang santri dan ibu rumah tangga.

Mendapat serangan tiba-tiba dari suaminya, Mbah Khaer spontan berkelit mengikuti gerakan monyet yang dilihatnya bertarung tadi. Penasaran dengan serangannya yang gagal kembali sang suami menyerang dengan pukulan dan tendangan. Mbah Khaer sambil menggendong boboko berisi beras terus berkelit menghindari serangan suaminya tanpa sekalipun membalas meskipun selalu ada kesempatan untuk itu. Apa yang dilihatnya di talang tadi ternyata memberi ilham baginya untuk menghindar dan menangkis serangan sang suami.

Sang suami akhirnya menghentikan serangannya karena kelelahan ditambah rasa penasaran akan kemampuan istrinya yang dapat dengan mudah menghindari semua serangan-serangannya. Padahal ia terkenal sebagai seorang jawara di tempat itu. Akhirnya ia mengaku takluk dan mengemukakan niat untuk mempelajari jurus-jurus tersebut kepada istrinya. Singkat cerita sang istri kemudian mengajarkan jurus-jurus tersebut dan sang suami adalah murid pertamanya.

Menurut Agus Suganda nama murid pertama Embah Khaer adalah Ayah Kholiah yang berarti juga adalah suaminya sendiri, nama ini terdapat dalam pertalekan Cimande pada urutan kedua setelah nama Mbah Khaer. Dan peristiwa tersebut berlangsung di Kampung Tarikolot dekat Sungai Cimande Kabupaten Bogor

Dari ketiga versi di atas, tidak satupun yang memberikan informasi tentang awal mula (secara absolut) lahirnya Penca Cimande, meskipun ketiganya mendukung fakta bahwa Cimande dilahirkan di Kampung Tarikolot Desa Cimande Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Namun demikian pada informasi dari versi Gending Raspuzi ada disebut angka tahun tentang perkawinan Ayah Kahir dengan wanita asal Cianjur yaitu tahun 1770 (Abad XVIII), kemudian Ayah Kahir pindah ke Kabupaten Bogor pada tahun 1815 dan mendirikan perguruan di Cimande di sana dimana ia kemudian meninggal pada tahun 1825. Ini mengisyaratkan bahwa waktu lahir Perguruan (Sunda = Paguron) Penca Cimande antara tahun 1815 sampai 1825, sehingga dapat ditarik suatu asumsi bahwa aliran penca Cimande ditemukan dalam kurun waktu tersebut berdasarkan alasan bahwa sebuah karya selalu lahir dalam kurun waktu kehidupan penciptanya.

Sumber dari versi ketiga (Agus Suganda) juga tidak menyebut angka tahun bahkan kisahnya mengarah pada Oral History (penyampaian cerita/kisah dari mulut ke mulut) yang lebih bersifat dongeng dalam periwayatannya. Namun pada versi ini dapat dilihat pola penemuan jurus-jurus Cimande dalam keadaan tidak disengaja. Dalam teori Antropologi seperti yang dikemukakan oleh Dixon yang dikutip oleh Prof. Harsojo (1982 : 177-178) bahwa tipe penemuan seperti di atas disebut gejala discovery, yaitu suatu proses pra penemuan yang memenuhi 3 hal yaitu kesempatan, pengamatan, penilaian dan penghayalan. Disamping itu harus ada pula keinginan dan ada kebutuhan. Ketiga hal dalam gejala discovery ini terbentuk dalam kisah Mbah Khaer dalam menemukan jurus Cimande, yaitu adanya kesempatan yang tidak disengaja melihat pertarungan seekor Harimau dengan seekor Kera. Dari pertarungan itu secara langsung (otomatis terjadi pengamatan) dimana Mbah Khaer terus memperhatikan pertarungan tersebut. Dalam hal penilaian dan penghayalan, bahwa manusia dianugrahi memori untuk mengingat kejadian yang berkesan baginya, ini kemudian keluar tanpa disadari (hal pertarungan tersebut) ketika Mbah Khaer diserang oleh suaminya, dan pada saat inilah keinginan mengelak atau menghindari serangan dari suaminya menjadi unsur kebutuhan Mbah Khaer.

Penemuan discovery ini juga disebut penemuan secara kebetulan, dan memang penuturan Agus Suganda tentang kisah Cimande berlangsung secara kebetulan, ini yang membedakannya dengan invention atau penemuan sebagai suatu hasil usaha yang sadar (Ibid : 177), sebab dari ketiga versi di atas tidak satupun yang mengemukakan bahwa Ayah Kahir atau Abah Kohir atau Embah Kohir atau Mbah Khaer pernah berguru kepada suatu perguruan silat sebelumnya. Informasi dari Ensiklopedi Sunda bahwa Abah Kohir atau Embah Kohir sebelum dikenal sebagai guru penca, beliau adalah seorang ahli kebatinan. Dapat diinformasikan di sini bahwa untuk mengolah ilmu kebatinan tidak diperlukan latihan silat, bahkan dalam kisah-kisah penemuan ilmu-ilmu yang bersifat irrasional sering dilakukan sikap semedi (Jawa = tapa) dan olah nafas yang tidak memerlukan gerakan-gerakan silat. Walaupun dimasa sekarang ada perguruan yang telah memadukan keduanya artinya dalam gerakan mengandung tenaga dalam atau tenaga inti. Tetapi untuk kasus Cimande, penggunaan tenaga dalam menjadi bagian tersendiri yang berfungsi sebagai penunjang gerakan silat. Itupun tidak dimiliki oleh semua murid Cimande tergantung pada kematangan dan kesiapan sang murid.

Meskipun keduanya berbeda dalam proses penemuannya, akan tetapi discovery dan invention memenuhi kriteria sebagai unsur-unsur kebudayaan yang pernah diketemukan untuk pertama kali dan dipergunakan untuk pertama kali di dalam masyarakat tertentu (Ibid:). Dari ketiga versi di atas semuanya mengemukakan bahwa aliran silat (penca) Cimande ditemukan pertama kali dan dikembangkan oleh Ayah Kahir atau Abah Kohir atau Embah Kohir atau Mbah Khaer, dan berlangsung pertama kali di Tatar Sunda atau di Tanah Pasundan dalam hal ini Kampung Tarikolot, Desa Cimande, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.

WELCOME

on Sabtu, 09 Februari 2013
Selamat datang kami ucapkan kepada seluruh saudaraku insan silat dipenjuru tanah air,disini kami mengajak bersilaturahmi,bertukar wawasan dengan semua perguruan silat yang ada diindonesia,baik yang berada dibawah naungan IPSI maupun yang diluar IPSI sebagai kesatuan budaya silat nasional indonesia,yang tentunya memiliki arti penting bagi bangsa indonesia,baik dalam perebutan kemerdekaan,maupun pengembangan budaya silat diera setelah kemerdekaan,selanjutnya kami berharap blog ini dapat bermanfaat bagi saudara-saudaraku semua insan silat yang ada diseluruh penjuru tanah air,semoga blog ini nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua.Amien