Pencak Sasak adalah pencak silat yang berkembang di daerah Lombokterutama di wilayah Sakra. Kehebatan dari ilmu bela diri ini sangat mengagumkan, walaupun hanya 14 jurus dasar dari 7 tingkatan. Tapi mampu melindungi diri dan menaklukkan lawan � lawannya. Pencak Sasak sebelumnya dipelajari dengan cara sembunyi � sembunyi atau pada tempat yang tertutup di malam hari tapi kecuali pada malam jum�at tidak boleh untuk latihan atau belajar. Oleh karena itu kesenian ilmu bela diri ini tidak terlalu populer di Lombok. Tapi pada tahun 2010, pencak Sasak ini sudah mulai dikembangkan dan diperkenalkan oleh sebuah perguruan di desa Bungtiang yang bernama Mata Pisau.
Di usianya yang baru � baru ini, Mata Pisau ikut serta dalam organisasi pencak silat IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) dan Mata Pisau berhasil meraih juara � juara pada setiap pertandingan yang diikuti. Dan membuat penonton terkagum, sensasi itu membuat nama pencak Sasak Mata Pisau mulai dikenal luas. Ini merupakan bahwa pencak Sasak mampu bersaing dengan ilmu � ilmu bela diri lainnya.
SEJARAH
Dahulu, seorang pengembara bernama Ujang akrab dipanggil Bang Ujang dari tanah Pasundan (Jawa Barat) yang haus akan ilmu � ilmu bela diri. Ia sanggup mengorbankan harta benda dan sisa hidupnya demi mencari ilmu bela diri. Ia berjalan mencari guru dengan bertarung jika ia kalah oleh seseorang maka orang itu akan diguruinya. Sampai ia bertemu dengan seorang yang bernama Raden Sa�id yang menjadi guru Bang Ujang.
Setelah itu, ia kembali melanjutkan perjalananya ke tempat � tempat lain di Jawa ke timur hingga ia pun tiba di pulau Lombok. Di Lombok, Bang Ujang tinggal di Ampenan dan banyak terlibat dalam pertarungan di sana untuk mencari guru baru. Dan sampailah laporan akan kehebatan Bang Ujang pada pemimpin Residen Lombok di bawah Kolonial Belanda yang bernama Datu Moter.
Bang Ujang pun diburon, tapi pasukan Datu Moter kalah sehingga Datu Moter menawarkan Bang Ujang menjadi gurunya, �Anda bukan tawanan saya, tapi Anda akan menjadi guru saya!�. Tawaran Datu Moter diterima Bang Ujang dan ia pun ikut ke Sakra tempat Datu Moter tinggal.
Pada saat Datu Moter belajar ia memilih Mamiq Mustar yang nama mudanya Lalu Abdul Wahid sebagai teman belajar dan latihannya. Tapi karena Datu Moter sering sibuk karena beliau adalah seorang pemimpin, Mamiq Mustar lebih bisa berkonsentrasi belajar.
Dan pada suatu saat Mamiq Mustar ingin bertanding ilmu dengan saudara perempuannya sendiri Baiq Sodah yang seorang ahli zikir. Baiq Sodah yang jengkel menerima tantangannya, �lawan saya sekalian dengan gurumu!�. Selain Bang Ujang mencari tanding yang bisa mengalahkannya ia pun bersedia bertanding dengan Baiq Sodah. Baiq Sodah yang seorang yang sholeha berkata, �Anda akan terpaku di situ!�. Dengan ijin Allah, Bang Ujang tidak bisa bergerak dan berbuat apa � apa.
Oleh karena itu, Bang Ujang yang sudah diliputi rasa malu kepada Baiq Sodah memutuskan untuk kembali lagi ke tanah Pasundan. Tak lama kemudian datang Surat Merah berita meninggalnya Bang Ujang.
Mamiq Mustar sendiri telah mengajarkan pencak Sasak kepada banyak murid � muridnya dan telah menurunkan ilmu bela dirinya kepada cucu beliau yang bernama Lalu Akub. Lalu Akub yang sekarang tinggal di desa Bungtiang memiliki banyak murid � murid yang hebat, dari salah satu muridnya bernama Muhammad Dedy Irawan pendiri perguruan pencak silat Sasak �Mata Pisau� �dengan tujuan untuk melestarikan dan membudayakan pencak Sasak dan Lalu Akub sebagai guru besar telah merestui keinginan tersebut.
sumber:
- sasaknese
Pada waktu Sultan Maulana Hasanudin dinobatkan menjadi sultan di Banten ( 1552-1570 ), beliau mempunyai seorang patih yang bernama kiayi semar ( Ki semar ), beliau berasal dari kampong kemuning Desa tegal luhur . Sang patih pada hari jum�at selalu izin kepada sultan untuk kembali ke kampungnya karena pada hari tersebut ia berdagang daging kerbau di pasar Balagendong Desa Binuangeun ( dulu Kecamatan ). Pada suatu hari ketika Ki semarsedang berjualan dilapaknya tiba � tiba datanglah seseorang yang akan membeli dagangannya, orang itu bernama Kiayi Asyraf ( Ki Sarap ) tujuannya untuk membeli limpa atau sangket. Tapi oleh Ki Semar keinginan si pembeli di sepelekan karena dianggapnyaorang miskin tak akan mampu membeli sangket yang harganya sangat mahal, padahal Ki sarap sebenarnya ingin untuk membelinya. Karena Ki sarap memaksa untuk membeli sedangkan Ki semar tetap bertahan tidak mau menjualnya, sehingga suasana menjadi tegang, kemudian terjadilah pertangkaran mulut, dan akhirnya terjadilah bentrokan fisik.
Tangan Ki Sarap di kelit ditekuk dibelakang punggung, dan dengan angkuh serta melecehkan, Ki Semar mengatakan � tak mungkin orang miskin seperti kamu mampu membeli barang daganganku ini�. Ki sarap sangat marah disebut sebagai orang miskin tapi diam saja menahan amarah karena kejadian tersebut di tempat umum. Akhirnya dia pulang dengan tangan hampa tanpa membawa sangket yang diinginkannya, saat pikirannya dipenuhi perasaan tersinggung oleh ucapan Ki semar yang sangat menyakitkan hatinya, kemudian timbulah rencana untuk menghadang Ki semar dalam perjalanan pulang kerumahnya nanti.
Sekitar pukul 10.00 siang ketika itu para pedagang dipasar mulai bubar dan Ki semar mulai beranjak pulang menuju rumahnya di kampong kemuning, ia berjalan tergesa � gesa karena pada hari itu ia harus mengejar sholat jum�at berjamaah. Di tempat yang sepi antara Balagendong dan kampong kemuning, tiba � tiba muncul Ki Sarap di tengah jalan menhadang Ki Semar, saat itu Ki Sarap yang hatinya sudah dipenuhi kemarahan tanpa basa - basi lagi langsung menyerang Ki Semar berusaha membela dirinya sehingga terjadilah adu kekuatan ilmu kemonesan / kesaktian.
Kemudian masing � masing mengeluarkan ilmu ketangkasan dan kehebatannya, memang mereka berdua sama � sama kuat, tangkas dan sakti kanuragan. Perkelahian antara keduanya itu berlangsung sejak jam 11.00 siang sampai jam 18.00 sore menjelang magrib. Ki sarap telah mengeluarkan seluruh kemampuannya, semua jurus, kelit, seliwa kurung, lima pukul, sepak kombinasi, sodok dan seribu satu langkah telah dikeluarkannya. Tapi Ki Semar juga sama tangguhnya, setiap kali kena benturan pukulankeras Ki Sarap, setiap kali itu pula benturannya mengeluarkan suara seperti gendring dan juga mengeluarkan kilatan api dari tubuh Ki Semar.
Begitu pula Ki sarap yang tangguh, beliau menguasai ilmu pencak silat bandrong, tubuhnya sama sekali tak dapat di sentuholeh serangan � serangan Ki semar yang datang beruntun seperti air bah. Pencak silat bandrong sangat ampuh sebab dalam langkah dan jurusnya terdapat banyak versi dan variari pukulan, mampu berkelit dari pukulan atau tendangan musuh, bacokan golok, tusukan pisau atau senjata apapun, seorang pesilat bandrong akan dapat berkelit dengan sangat indah, licin dan gesit luar biasa. Bahkan serangan baliknya sangat membahayakan bagi lawan � lawanya.
Semakin keras serangan musuhnya, semakin keras pula jatuhnya, bahkan pesilat bandrong dapat menawarkan kepada musuhnya ingin jatuh terlentang atau telungkup bahkan terpelanting, hal seperti ini akan membuat musuh � musuhnya kewalahan. Peristiwa itu memang luar biasa, keduanya ternyata sama � sama sakti Ki semar sangat kebal pukulan, Ki sarap sangat licin bagai belut dan tangkas menyerang seperti ikan bandrong yang melesat terbang dan menukik. Ketika alam mulai gelap mendekati waktu magrib, tiba � tiba Ki sarap menghadapkan tubuhnya kearah kiblat kepalanya menengadah kelangit bermunajat dan istighosah kepada Allah SWT, setelah selesai berdo�a terlihat kakaknya yang bernama Ki ragil sedang duduk di pelepah pohon aren yang tinggi, agaknya sudah lma dia memperhatikan pertarungannya.
Melihat itu Ki Sarap pun berteriak � kakak ! sudah sejak pagi hingga sore aku bertarung melawan orang ini, tapi belum ada yang kalah� . Ki Ragil pun bertanya : � Apa kamu sudah lelah atau kewalahan ?�, hai adikku, ini ambillah golokku tebaslah leher musuhnmu � ujar Ki ragil sambil menjatuhkan goloknya. Kemudian Ki sarap mengambil golok itu dan menebas leher Ki semar, dengan sekali tebas kepala Ki semarpun terpental puluhan meter, lalu kepala itu berputar seperti gangsing kemudian menghujam kedalam tanah. Hingga saat ini tempat kepala terkubur yaitu dipinggir sungai di tepi hutan antara balagendong dan kampung kemuning menjadi tempat yang sepi dan kabarnya angker banyak gangguan mahluk halus hingga sekarang ini.
Usai sudah pertandingan hebat itu yang dimenangkan oleh Ki sarap, kemudian masyarakat yang menyaksikan adu kekuatan itu segera mengangkat tubuh Ki semar yang tanpa kepala dibawa kekampung untuk di urus sebagaimana mestinya dan kemudian dimakamkan dikampung kemuning desa tegal luhur. Ter siarnya kabar tentang kematian Ki semar yang saat itu menjabat sebagai senopati tanah banten, merupakan berita yang menghebohkan dan berita itu dibicarakan dihampir semua tempat orang berkumpul membicarakan tentang kejadian tersebut dan sampailah berita tersebut kepada Sultan Maulana Hasanudin di Banten. Mendengar berita tersebut Sultan sangat terkejut dan marah, kemudian memerintahkan kepada punggawanya untuk menangkap Ki Sarap yang di anggap sebagai pembunuh Ki Semar sang senopati Banten.
Sepasukan tentara lengkap segera di berangkatkan ke gudang batu untuk menangkap Ki Sarap yang kemudian dihadapkan kepada sultan karena akan diadakan pengusutan lebih lanjut tentang pembunuhan itu. Selanjutnya atas perintah Sulatan Banten, Ki Sarap di masukkan kedalam penjara dan akan dihukum mati di tiang gantungan. Selama dalam penjara Ki sarap selalu bermunajat kepada Allah SWT untuk mendapat perlindungan Nya, disamping itu juga ia juga mengamalkan ilmu asihannya ( Aji � aji pengasih ) agar dia diampuni dan dikasihani oleh Sultan Maulan Hasanudin. Berkat pertolongan Allah SWT, aji � aji pengasih Ki sarap bukan hanya berpengaruh kepada sultan, tapi juga manjangkau hati sanubari permaisuri Sultan Maulana Hasanudin.
Dalam suatu musyawarah mengenai hukuman yang akan dijatuhkan kepada Ki Sarap, permaisuri Sultan mengemukakan pendapatnya bahwa hukuman mati untuk Ki Sarap sangat tidak tepat dengan alasan :
Ki Sarap dan Ki semar bertarung mengadu kesaktian dan yang hidup adalah karena membela diri sendiri berarti hal itu bukanlah pembunuhan.
Kerajaan Banten sangat membutuhkan orang � orang yang gagah berani, kuat dan banyak ilmunya seperti Ki Sarap untuk menghadapi musuh yang lebih besar lagi, hal ini jelas Ki Sarap lebih kuat dengan berhasilnya dia mengalahkan Ki Semar yang saat itu menjabat Senopati Banten.
Dengan adanya usul permaisuri tersebut Sulatan tidak langsung menerima begitu aja, tapi saran itu di renungkannya lagi dan dimusyawarahkan bersama para pembantu Sultan yang lainnya, dan akhirnya pendapat permaisuri itu dapat di terima oleh Sultan. Selanjutnya Ki Sarap dipanggil menghadap Sultan Maulana Hasanudin dan dijelaskan oleh sultan bahwa hukuman mati untuknya dibatalkan kemudian Ki Sarap diberi tugas untuk menggantikan Ki Semar sebagai senopati Kesultanan Banten dengan syarat harus mau melalui ujian ketangkasan yaitu menembak anting � anting ( gegombel ) tudung permaisuri Sultan tanpa melukainya sedikitpun. Persyaratan tersebut diterima oleh Ki Sarap, walaupun dia tahu resikonya sangat tinggi mengingat dia bukanlah seorang ahli dalam hal menembak.
Ki Sarap meminta waktu selama tiga hari sebelum ujian tersebut dilaksanakan, ia memohon izin agar dibolehkan pulang ke kampungnya di Gudang batu. Setelah sampai di kampungnya, Ki Sarap segera menghadap kepada kakaknya yaitu Ki Ragil dan memberi tahukan masalah yang sedang dihadapinya, maksud Ki Sarap menceritakan tentang ujian dari sultan tersebut untuk meminta petunjuk atau bantuan saran dari kakaknya. Ki Ragil mengatakan � pergilah dan bawalah benda ini, untuk dimasukan kedalam senapan saat pelaksanaan ujian itu nanti�.
Kemudian Ki Ragil memberi beberapa petunjuk tata cara menembakkan senjata sebagai berikut :
� Jika sang permaisuri berada di daerah timur menghadap ke arah barat, berbaliklah ke arah yang sama dan arahkan senapanmu ke arah barat pula dan jika permaisuri di arah utaramenghadap keselatan, maka kamu pun harus demikian pula arahnya�. Setelah semua pesan dari Ki Ragil dimengerti dengan sebaik � baiknya, maka Ki Sarap memohon doa dari kakaknya untuk segera kembali menghadap Sultan Maulana Hasanudin di Banten. Sore hari itu Ki Sarap telah sampai di Banten dan langsung menghadap Sultan, saat itu Sultan Maulana Hasanudin tercengang kagum dan gembira menyaksikan Ki Sarap yang konsekwen dengan permintaan izinnya untuk pulang hanya tiga hari, itupun ditepatinya dengan baik.
Pada hari yang telah ditentukan, tibalah saat yang dinanti � nantikan oleh seluruh masyarakat Banten, karena pada hari itu sultan akan menguji ketangkasan seorang calon Senopati Banten. Di alun � alun kesulatanan Banten, sejak pagi hari masyarakat sudah memenuhi arena tempat pengujian, mereka sangat antusias untuk menyaksikan peristiwa yang sangat menegangkan dan hal ini mereka anggap sebagai peristiwa langka dan belum pernah terjadi. Di tengah � tengah alun � alun sang permaisuri duduk dikursi yang berada disebelah timur menghadap ke arah barat, dengan jarak sekitar 30 meter, Ki Sarap berdiri berhadapan dengan permaisuri. Kemudian Ki Sarap mulai membidikan senapannya ke arah sasaran, tapi secara tiba � tiba dengan gerakan yang cepat Ki Sarap membalikan tubuhnya kearah barat, bidikan senapannya ditujukan ketempat kosong, dengan hati hati dia menarik pelatuknya kemudian terdengarlah letusan senapanya.
Dan apa yang terjadi ? � ternyata peluru yang ditembakkan tepat mengenai � gegombel � kerudung sang permaisuridan terdengar � pluk� suara gegombel yang jatuh ke tanah tetapi permaisuri Sultan tetap ditempatnya semula tak tersentuh oleh peluru yang ditembakkan oleh Ki Sarap.
Jatuhnya gegombel kerudung permaisuri diiringi oleh suara sarak sorai yang gemuruh dari seluruh masyarakat yang menyaksikannya. Tepuk tangan yang berkepanjangan menggambarkan kepuasan dan kegembiraan masyarakat karena telah memiliki senopati baru yang gagah, hebat dan tinggi ilmunya. Permaisuri menitikkan air mata bahagia karena saran pendapatnya sudah menjadi kenyataan bahwa kesultanan Banten Kini telah diperkuat oleh seorang senopati sakti yang berasal dari daerah Gudang batu yaitu Ki Sarap. Kemudian Ki Sarap diberi gelar kehormatan yaitu � SENOPATI NURBAYA �. Senopati Nurbaya yang kemudian dikenal Ki urbaya menjalankan tugas utamanya untuk mengamankan wilayah laut jawa terutama teluk banten dan pelabuhan karang antu.
Beliau bermarkas di � BOJO � NAGARA � untuk menghadapi para bajak laut yang mereka sebut BAJAG � NAGARA, para bajak laut itu bermarkas di Tanjung Bajo dan biasanya hasil rampokan mereka disembunyikan atau ditunda dulu di � Pulo tunda � sebelum dibawa kedaerahnya masing � masing. Kini tempat � tempat tersebut menjadi terkenal dan namanya dikekalkan dengan peristiwa yang terjadi disana kini menjadi nama yang mengandung kenangan abadi. Selama bertugas di Kesultanan Banten, Ki Patih Nurbaya atau panggilan lainnya Ki Jagabaya atau Ki Jagalaut menjaga wilayah yang dikuasainya sehingga wilayah tersebut menjadi aman dan tentram tak pernah ada gangguan dari para pengacau terutama para bajak laut yang dulu berkeliaran menguasai Laut Jawa dan Teluk Banten. Karena tugasnya selalu menjaga laut, akhirnya nama k\Ki Sarap lebih populer dengan gelarnya : �KI JAGABAYA� atau �KI JAGA LAUT�. Dunia terus berputar sejarah berjalan sesuai dengan kehendak tuhan, lama juga Ki Jagabaya menjalankan tugasnya mengamankan daerah yang di amanatkan kepadanya.
Beliau memusatkan pertahanannya di PULO KALIH ( pulau dua ) apabila beliau mengintai musuh dilakukannya dari puncak gunung Santri seban dari tempat ini mudah baginya untuk melihat kearah laut lepas, dapat melihat kapal yang datang dan pergi dari bojonegara dan juga dapat berkomunikasi dengan Pulo kalih dan menara Banten. Ki Jagabaya atau Ki Jaga laut menggunakan isyarat � isyarat bahaya dengan cara sebagai berikut :
Apabila bahaya terjadi disiang hari mereka menggunakan sinar matahari yang dipantulkan melalui cermin.
Apabila bahaya terjadi malam hari mereka menggunakan isyarat kobaran api unggun. Semua itu dilakukan dari puncak gunung santri dan dapat dipantau dari Pulo kalih dan Menara Banten.
Saat usianya menjelang senja, Ki Patih Nurbaya menyadari tentang pentingnya kaderisasi atau generasi penerus. Beliau berniat menurunkan ilmunya terutama ketangkasan khusus yaitu ilmu beladiri � Pencak Silat Banten� yang disebutnya � Bandrong� , ilmu itu secara khusus diturunkan kepada putra Sultan Maulana Hasanudin, selanjutnya para punggawa dan prajurit serta murid � muridnya yang berada di pulo kalih dan Gudang batu waringin kurung.
Selanjutnya pendidikan ketangkasan dan kedigjayaan itu dipusatkan di pulo kalih dan dibina langsung oleh kedua kakak beradik Ki Sarap dan Ki Ragil. Disanalah mereka berdua menghabiskan masa tuanya, kemudian setelah dipanggil menghadap Tuhan Nya, mereka berdua dimakamkan di pemakaman umum di daerah Kahal wilayah kecamatan bojonegara. Hingga sekarang tempat itu dikenal dengan sebutan � MAKAM KI KAHAL� dan alhamdulillah sampai sekarang banyak masyarakat yang datang mengziarahinya terutama para pesilat Bandrong yang saat ini sudah menyebar di lima propinsi di indonesia.
Asal Usul nama Silat Bandrong
Mengingat kesetiaan masyarakat di kawasan gunung santri, Gudang batu, dan Pulo kalih terhadap Kesultanan Banten, maka diresmikanlah Bojonegara artinya Bojone Negara ( istri negara ). Sedangkan silat asli banten diberi nama BANDRONG, diambil dari nama jenis ikan terbang yang sangat gesit dan dapat melompat tinggi, jauh, atau dapat menyerang kerang dengan moncongnya yang sangat panjang dan bergerigi tajam sekali, sehingga ia merupakan ikan yang sangat berbahaya, sekali serang dapat membinasakan musuhnya. Ki Patih Jaga laut atau patih yang selalu melanglang buana menjaga laut, sangat menyukai dan sering memperhatikan ikan tangkas gesit ini dan juga jangkauan lompatan jarak jauhnya dan hal itu benar � benar mempesonanya. Sehingga akhirnya beliau mengambil nama ikan itu untuk memberi nama ilmu ketangkasan beladiri yang dimilikinya dengan nama � PENCAK SILAT BANDRONG� karena tangkas dan gesit serta berbahaya seperti ikan Bandrong.
Dikutip dari : http://silatindonesia.com/2008/07/sejarah-singkat-silat-bandrong/
Mengenal Pencak Silat - Institut Seni Bela Diri Gerak Cepat Beruang Putih (ISBDGC.BP)
1. Berdirinya Beruang Putih => Pusat Perguruan / Padepokan : Jl. Wilis No. 72 Wlingi Blitar
Jawa Timur Indonesia. => Sekretariat : Jl. Sultan Agung No.59 Blitar Jatim Indonesia
Tanggal Berdiri => 03 Nopember 1982
Akta Notaris : No. 12/10/11/1990 , Badan Hukum : No. 102/1990. X.B
Ijin Sospol : No. 220/388/423/330/1993
"BERUANG PUTIH" ADALAH SENI BELADIRI.................
TANGAN KOSONG , TENAGA DALAM DAN SENJATA INDONESIA
2. Riwayat dan sejarah singkat berdirinya Pencak Silat Beruang Putih => Mula-mula Perguruan ini muncul tidak lebih dari sebuah kelompok belajar atau study group pencak silat.
Antara tahun 1974 - 1976 ketika itu kelompok belajar dimotori oleh Edy Sunyoto dan Budi Santoso , setelah melalui perjuangan yang gigih dan ulet , Beruang Putih dapat berdiri dengan orientasi sepenuhnya kepada unsur pencak silat.
Agar Silat Beruang Putih mempunyai bentuk yang khas dan dinamis sebagai beladiri , dan untuk menjaga keampuhan beladiri itu sendiri maka seluruh tehnik - tehnik Gerak Dasar dan Jurus Silat Beruang Putih terdiri dari 3 kombinasi tehnik yang berasal dari Silat , Karate dan Kungfu tanpa meninggalkan kemurnian dari ilmu pencak silat itu sendiri .
3. Mengapa dinamakan BERUANG PUTIH..................
Secara Harfiah " BERUANG " adalah singkatan dari "BERPANTANG UNTUK MENANTANG"
sedangkan " PUTIH " adalah merupakan susunan pada Huruf awal /depan dari Sumpah dan Ikrar anggota
Beruang Putih , dapat pula "PUTIH' berarti Suci, Bersih, Jernih atau Terang.
Secara Simbolisnya " BERUANG PUTIH " adalah Jenis Binatang yang paling pendiam dan sangat tajam
nalurinya , dari segi fisiknya...dia mempunyai tubuh yang besar kuat dan kokoh menandakan keperkasaan
dan dari sifatnya yang pendiam... jelaslah menampilkan dan mencerminkan dari jiwa yang perkasa tapi tdk
sombong.
4. Makna Lambang SILAT BERUANG PUTIH : Setenang air telaga , Secerah Bulan Purnama , Seluas
Cakrawala , Berani dan Perkasa.
5. Tingkatan pada Silat Beruang Putih
1. Tingkat Putih
2. Tingkat Hijau
3. Tingkat Kuning
4. Tingkat Biru
5. Tingkat Coklat
6. Tingkat Merah
7. Tingkat Merah Hitam
8. Tingkat Hitam
9. Tingkat Hitam Tk.I s/d Hitam Tk. XII
6. Materi Silat Beruang Putih
- Gerak Dasar 1 s/d 20
- Kupasan Hindar 4 : Pukulan Perut
- Kupasan Hindar 5 : Pukulan Kepala
- Kupasan Hindar 6 : Tendangan satu dan Tendangan dua
- Kupasan Gerak Dasar 1 s/d 20
- Tehnik / Sikap Pukulan / Tendangan / Kuncian / Guntingan / Jatuhan
- Tehnik Balik : lawan dibelakang , lawan dikanan, lawan dikiri, lawan didepan
- Tehnik / Sikap Tendangan 1, 2, 7, 10, 11, 14, Tendangan Beruang, Teratai dan Kombinasi
- Tehnik / Sikap Kuda-kuda Tiga => lawan di barat , lawan di timur , lawan di utara dll.
- Jurus Benteng Angin satu
- Jurus Benteng Angin dua
- Jurus Benteng Angin tiga s/d enam
- Pasangan Jurus Benteng Angin 1,2 dan 3
- Tehnik Pukulan Berantai
- Tehnik Pukulan Ganda
- Tehnik Pukulan Busur
- Jurus Prasetya
- Jurus Tunggal Baku
- Perkelahian Versi IPSI
- Satriya Perkasa
- Satriya Malam
- Tehnik Perkelahian Jurus Jalan Pendek 1 s/d 20
- Tehnik Perkelahian Jurus Jalan Panjang
- Jurus Keindahan Bhinneka Satu
- Jurus Keindahan Beruang Dasar
- Jurus Keindahan Beruang Satu
- Jurus Perkelahian "Badai Sepasang"
- Tehnik Pengolahan Pernafasan Tenaga Dalam untuk Pemecahan benda keras, Penyembuhan,
Pementalan dan Kekebalan
- Jurus Prembayun
- Jurus Senjata Toya
- Jurus Keindahan "Empat Penjuru Bunga"
- Jurus "Kemul Wesi"
- Jurus Perkelahian "Dua Siluman Petir Hitam"
- Jurus Keindahan "Kasih dan Budi"
- Tehnik Jurus Senjata Tajam, Toya, Ruyung, Double Stick, Pedang dan Senjata Rahasia
- Jurus Simpanan : PREMBAYUN, KEMUL WESI, WELUD PUTIH, BLEDEG IRENG
RAMBAT KALONG DAN MACAN BLORENG
- Ilmu Saraf Manusia
- Ilmu Peredaran Darah Manusia
- Jurus Totokan Jalan Darah
- Jurus Empat Penjuru Angin
- Jurus Delapan Penjuru Bunga
- Meditasi Pernafasan Tenaga Dalam
- Jurus Bulan Diatas Telaga
- Jurus Simpanan "PETAK AMBYA"
- Jurus Simpanan "GUNUNG RATU SEWU"
- Jurus "Cahaya Bayu Takwa"
- Jurus "Cahaya Mutiara"
- Jurus "Malaikat Bercermin"
- Jurus "SIMPANAN 2 WIRID"
- PENDALAMAN SEMUA ILMU
Sumber : http://
Perguruan Pencak Silat Perlatnas Thaipe "Rajawali Putih" adalah perguruan pencak silat beraliran Mataram Jawa. Perguruan ini berdiri pada 12 Desember 1994 oleh guru besar Sutomo Handoyo. Dalam Perlatnas Thaipe "Rajawali Putih", beladiri Pencak Silat dijadikan dasar dalam tahap pengajaran dan mengambil beberapa gerakan dari beladiri lain untuk dikombinasikan seperti : Karate, Taekwondo, Jiujitsu, Sodo, Kungfu dan Judo.
Tingkatan sabuk di Perlatnas Thaipe "Rajawali Putih" dimulai dari :
a. Putih (SODO III)
b. Kuning (SODO II)
c. Hijau (SODO I)
d. Biru (Pembajaan III) - tahap sebagai asisten pelatih
e. Coklat (Pembajaan II) - tahap dimulai sebagai pelatih
f. Merah (Pembajaan I)
g. Merah-Putih (CAKAR I)
h. Merah-Kuning (CAKAR II)
i. Merah-Hijau (CAKAR III)
j. Hitam (Pendekar)
Tingkatan sabuk di Perlatnas Thaipe "Rajawali Putih" dimulai dari :
a. Putih (SODO III)
b. Kuning (SODO II)
c. Hijau (SODO I)
d. Biru (Pembajaan III) - tahap sebagai asisten pelatih
e. Coklat (Pembajaan II) - tahap dimulai sebagai pelatih
f. Merah (Pembajaan I)
g. Merah-Putih (CAKAR I)
h. Merah-Kuning (CAKAR II)
i. Merah-Hijau (CAKAR III)
j. Hitam (Pendekar)
SEJARAH SINGKAT PPS JOKO TOLE
Awal Berdirinya Pencak Silat Jokotole
1. Latar Belakang Berdirinya
Berawal dari sebuah dusun kecil di bumi belahan barat pulau Madura tepatnya di Desa Kamal Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan, telah tumbuh benih-benih pesilat dari bakat-bakat yang terpendam bernaung di bawah perkumpulan silat lokal yang belum terorganisir.
Pada tahun 1964 lahirlah sebuah perguruan silat tradisional bernama Sumber Gaya yang dirintis oleh seorang guru silat bernama Moh Halil dan dipimpin oleh H Mustafa. Motif dan gerak serta karakter jurus dan langkah perguruan ini masih dipengaruhi oleh tuntutan lingkungan pada saat itu yaitu hanya mengarah pada salah satu aspek seni pencak silat. Akibat tanah Madura yang tandus dan pola hidup masyarakat pada saat itu tak menentu akhirnya murid-murid Sumber Gaya punah tak tersisa. Namun semangat jiwa dan gelora hati salah satu muridnya bernama Suhaimi telah menumbuhkan keprihatinan atas kepunahan yang terjadi sehingga demi menyalurkan dan mengembangkan bakat serta untuk mempertahankan perguruannya maka pemuda Suhaimi dikala itu terus berlatih menempa diri sambil mengusik jiwa dan mengetuk pintu hati para pemuda lainnya untuk ikut berlatih bersama yang kemudian hari menjadi muridnya.
Berkat ketekunan, keuletan serta semangat jiwa yang tak pernah padam ditempa oleh derasnya pancaroba kehidupan serta akibat hasil tempaan lahir bathin dua orang tokoh yaitu Bapak Nesman dan Bapak Marjuki maka Suhaimi membulatkan tekad, menguatkan keyakinan, maju kemedan laga sabung bebas dibawah naungan IPSI. Pada akhirnya Tuhan Yang Maha Pencipta menjadikan Suhaimi tercipta menjadi sosok pemuda juara Nasional tahun 1975 dan 1976. Perlu diketahui bahwa berkah juara pemuda Suhaimi dari perguruan silat Sumber Gaya ini merupakan perintis jalan atas berdirinya perguruan pencak silat Jokotole.
2. Lahirnya Perguruan Silat JOKOTOLE
Berangkat dari sebuah ilham Ilahi yang mengukapkan bahwa nama Sumber Gaya hendaknya diubah menjadi nama “seorang pahlawan Madura berbahasa Jawa yang merupakan tokoh legendaris terkenal pada zaman Majapahit” sehingga tepatnya nama tersebut adalah “JOKOTOLE”.
Maka atas rahmad dan karunia Allah SWT tgl 21 Maret 1976 lahirlah Perguruan Silat “JOKOTOLE” tepatnya didesa Kamal Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan pulau Madura. Sejarah Perguruan Silat JOKOTOLE telah menorehkan tinta emasnya bahwa pendiri tunggal adalah SUHAIMI. Kemudian didukung oleh 6 tokoh antara lain :
Berawal dari sebuah dusun kecil di bumi belahan barat pulau Madura tepatnya di Desa Kamal Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan, telah tumbuh benih-benih pesilat dari bakat-bakat yang terpendam bernaung di bawah perkumpulan silat lokal yang belum terorganisir.
Pada tahun 1964 lahirlah sebuah perguruan silat tradisional bernama Sumber Gaya yang dirintis oleh seorang guru silat bernama Moh Halil dan dipimpin oleh H Mustafa. Motif dan gerak serta karakter jurus dan langkah perguruan ini masih dipengaruhi oleh tuntutan lingkungan pada saat itu yaitu hanya mengarah pada salah satu aspek seni pencak silat. Akibat tanah Madura yang tandus dan pola hidup masyarakat pada saat itu tak menentu akhirnya murid-murid Sumber Gaya punah tak tersisa. Namun semangat jiwa dan gelora hati salah satu muridnya bernama Suhaimi telah menumbuhkan keprihatinan atas kepunahan yang terjadi sehingga demi menyalurkan dan mengembangkan bakat serta untuk mempertahankan perguruannya maka pemuda Suhaimi dikala itu terus berlatih menempa diri sambil mengusik jiwa dan mengetuk pintu hati para pemuda lainnya untuk ikut berlatih bersama yang kemudian hari menjadi muridnya.
Berkat ketekunan, keuletan serta semangat jiwa yang tak pernah padam ditempa oleh derasnya pancaroba kehidupan serta akibat hasil tempaan lahir bathin dua orang tokoh yaitu Bapak Nesman dan Bapak Marjuki maka Suhaimi membulatkan tekad, menguatkan keyakinan, maju kemedan laga sabung bebas dibawah naungan IPSI. Pada akhirnya Tuhan Yang Maha Pencipta menjadikan Suhaimi tercipta menjadi sosok pemuda juara Nasional tahun 1975 dan 1976. Perlu diketahui bahwa berkah juara pemuda Suhaimi dari perguruan silat Sumber Gaya ini merupakan perintis jalan atas berdirinya perguruan pencak silat Jokotole.
2. Lahirnya Perguruan Silat JOKOTOLE
Berangkat dari sebuah ilham Ilahi yang mengukapkan bahwa nama Sumber Gaya hendaknya diubah menjadi nama “seorang pahlawan Madura berbahasa Jawa yang merupakan tokoh legendaris terkenal pada zaman Majapahit” sehingga tepatnya nama tersebut adalah “JOKOTOLE”.
Maka atas rahmad dan karunia Allah SWT tgl 21 Maret 1976 lahirlah Perguruan Silat “JOKOTOLE” tepatnya didesa Kamal Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan pulau Madura. Sejarah Perguruan Silat JOKOTOLE telah menorehkan tinta emasnya bahwa pendiri tunggal adalah SUHAIMI. Kemudian didukung oleh 6 tokoh antara lain :
- Bapak Nesman, Bapak Marjuki dan Bapak Soedjono sebagai pendukung dibidang pencaksilat
- Bapak Marhamin, Bapak Marsuki Karim dan Bapk R. Saherudin sebagai pendukung bidang umum dan organisasi.
Keenam tokoh itulah yang merupakan cikal bakal berdirinya Perguruan Silat JOKOTOLE.
3. Karakteristik Permainan
Gerak langkah dan jurus Perguruan Silat JOKOTOLE adalah murni ilmu silat Madura yang diwarnai oleh karakteristik tokoh Jokotole yakni keras, cepat dan tangkas yang berakar dari ilmu silat Bawean.
Dari perjalanan Suhaimi menuntut dan mendalami ilmu pencak silat dari beberapa guru beliau antara lain adalah :
Gerak langkah dan jurus Perguruan Silat JOKOTOLE adalah murni ilmu silat Madura yang diwarnai oleh karakteristik tokoh Jokotole yakni keras, cepat dan tangkas yang berakar dari ilmu silat Bawean.
Dari perjalanan Suhaimi menuntut dan mendalami ilmu pencak silat dari beberapa guru beliau antara lain adalah :
- Ilmu Silat Bawean dari Abd Kamar dan Mustari Wahid
- Ilmu Silat Padang dari Moh Halil dan Mu’jizat
- Ilmu Silat Melayu dari Mu’jizat
- Ilmu Silat Gorontalo dari Abd Kamar, Barta dan Buchari Imam
- Ilmu Silat Cempaka putih dari Nesman dan Marjuki
- Ilmu Silat Sunda, Cimande, Cikalong dan lain-lainnya berasal dari guru tak langsung.
Sekilas Cingkrik Goning
Silat Cingkrik adalah seni bela diri Indonesia yang perkembangannya termasyur di wilayah Betawi dan telah berumur ratusan tahun dan diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.Di tiap-tiap daerah di Indonesia ada tokoh-tokoh pencak silat yang ternama. Salah satu tokoh silat Cingkrik ini diantaranya adalah Ki Pitung yang menjadi legenda di kalangan masyarakat Betawi. Ki Pitung bagi masyarakat Betawi adalah pendekar dan pahlawan pembela kaum lemah dari kesewenang-wenangan penjajah Belanda dan antek-anteknya.
Ki Pitung beliau belajar pencak silat dari seorang haji yang berasal dari daerah Menes di Banten Jawa Barat. Beliau menyebar-luaskan pencak silat cingkrik Betawi ini ke daerah Marunda dan ke daerah Rawa Belong Kebon Jeruk serta daerah Jakarta dan sekitarnya.
Kong Goning (Almarhum)
Tentang Ki Goning, nama aslinya adalah Ainin Bin Urim. Beliau lahir sekitar tahun 1895 dan meninggal sekitar tahun 1975 pada umur 80 tahun. Beliau sering dipanggil “Nin” (berubah bunyi menjadi “Ning”) dan ditambah di depan kata Ning leh orang-orang dengan bahasa Betawi yaitu dengan kata ejekan “Go” maka menjadi “Goning”.
Ki Goning atau lebih akrab dipanggil Kong Goning adalah seorang pejuang serta pewaris dan penerus silat Cingkrik Betawi yang cukup termasyur sehingga murid-murid beliau menisbahkan ilmu silat Cingkrik yang diterimanya kepada nama beliau sehingga dikenallah “Cingkrik Goning”.
Menurut penjelasan dari Haji Husien (amak kedua dari Kong Goning), bahwa beliau sering pergi ke daerah Marunda (Cilincing Tanjung Priok) tempat dimana Ki Pitung jaya pada zamannya. Beliau pulang ke Kedoya dari Marunda 2, 3 sampai 4 hari lamanya (tidak dijelaskan apa tujuannya).
Kong Goning mempunyai 4 orang anak laki-laki dan 3 orang anak perempuan. Nama anak laki-laki beliau adalah :
1. Kosim (Almarhum)
2. Haji Husien
3. Haji Sa’adih
4. Hasan Jago/Mandor (Almarhum)
Di daerah Kedoya, pencak silat Cingkrik Betawi ada 2 macam aliran, yaitu:
1. Aliran silat Cingkrik Betawi Sinan dengan ciri gerakan jurus pendek-pendek.
2. Aliran silat Cingkri Betawi Goning dengan ciri gerakan jurus panjang dan lebar.
Babe Usup Utai (Almarhum)
Babe Usup Utai, beliau adalah murid dari Kong Goning. Beliau lahir sekitar tahun 1927 serta meninggal sekitar tahun 1993 pada umur 66 tahun. |
TB. Bambang Sudrajat adalah murid dan menantu dari Babe Usup Utai sekaligus merupakan pewaris dan penerus dari aliran silat Cingkrik Goning melalaui jalur keilmuan Babe Usup Utai. |
Demikian sejarah singkat mengenai asal-usul Perguruan Silat Cingkrik Goning ini, dan mudah-mudahan menambah wawasan dan pengetahuan serta bermanfaat bagi kita semua.
Beberapa versi asal usul pencak silat cimande
Penca Cimande
Penelusuran awal kelahiran ilmu silat (selanjutnya di sebut penca) Cimande di Tatar Sunda masih dilingkupi misteri. Ini terjadi karena informasi peristiwa tesbut nyaris tidak ada. Artinya informasi kepastian waktu lahirnya tidak ada, yang ada adalah informasi-informasi yang bersifat oral history yang terdiri dari berbagai versi pula. Bahkan yang menarik adalah di kalangan warga Cimande (sebutan bagi mereka yang telah menjadi murid ataupun para penerus aliran silat ini) sendiri terdapat perbedaan penafsiran tentang sosok pencipta aliran penca ini. Ada yang menafsirkan bahwa sosok Ayah Kahir atau Abah Kahir atau Embah Kohir adalah seorang laki-laki (sebagaimana umumnya pengertian jawara, jagoan, pendekar dan sebagainya yang cenderung memilih laki-laki sebagai gendernya) dan ada pula yang mengisahkan beliau adalah seorang wanita yang disebut Mbah Khaer. Tetapi uniknya mereka semua menginduk kepada sang pencipta penca Cimande yang telah dimakamkan di Tanah Sereal Kabupaten Bogor. Setidaknya pada penelitian ini ada 3 versi tentang awal mula lahirnya Cimande. Adapun versi-versi tersebut sebagi berikut :
Versi Gending Raspuzi (Pikiran Rakyat, 2002 : 17). Riwayat sebelum mendirikan sebuah perguruan bernama Penca Cimande, Ayah Kahir pernah tinggal dan mengajarkan ilmunya di kota Kabupaten Cianjur. Di kota ini pada tahun 1770 ia menikahi seorang wanita setempat (nama ?) dan bermukim di Kampung Kamurang, Desa Mande, Cianjur. Di kampung ini pula Ayah Kahir mengajarkan maenpo atau penca kepada para pemuda setempat.
Ketenarannya sebagai guru penca menyebabkan bupati Cianjur Aria Wiratanudatar IV atau Dalem Cikundul (1776-1813) memintanya untuk mengajarkan maenpo kepada putera-putera bupati, pegawai kabupaten dan para petugas keamanan. Tahun 1815, Ayah Kahir ke Bogor dan menetap di Kampung Tarikolot, Desa Cimande Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Di Bogor ini pula ia meninggal dunia pada tahun 1825.
Versi Ensiklopedi Sunda (2000 : 217). Abah Kohir adalah perintis dan penyebar Penca Cimande di Tatar Sunda pada abad XVIII. Beliau dikabarkan berasal dari Kampung Talaga di Majalengka kemudian pindah dan bermukim di Kampung Kamurang, Desa Mande, Kecamatan Cikalong Kulon, Kabupaten Cianjur.
Sebelum dikenal sebagai guru silat, Abah Kohir atau Embah Kohir terkenal sebagai ahli kebatinan di kota Kabupaten Cianjur. Kepandaiannya bermain penca diketahui melalui adu laga dengan seorang Cina yang berasal dari Makao yang mahir beladiri Kuntao (salah satu jenis beladiri yang berasal dari dataran Tiongkok).
Dikisahkan bahwa pada suatu hari ada orang Cina yang melanggar ketertiban umum, maka ia kemudian ditangkap oleh petugas Kabupaten Cianjur. Dalam penangkapan itu, orang Cina tersebut melakukan perlawanan, melecehkan petugas dan menantang adu laga dengan siapa saja. Pada waktu itu petugas keamanan kewalahan dan tidak bisa berbuat banyak.
Ayah Kohir atau Embah Kohir kemudian diminta oleh bupati Cianjur untuk meladeni tantangan orang Cina tersebut sekaligus menangkapnya. Ayah Kohir menyanggupi permintaan bupati, maka dilakukanlah pertarungan di alun-alun kabupaten disaksikan oleh bupati dan masyarakat kota Cianjur. Dalam pertarungan itu, Ayah Kohir dapat mengalahkan orang Cina tersebut dan menyerahkannya kepada bupati. Melihat keberhasilan itu, bupati kemudian meminta Ayah Kohir untuk melatih penca para petugas keamanan Kabupaten Cianjur.
Dikisahkan selanjutnya, beberapa waktu kemudian (?) di Kabupaten Bogor sedang terjadi kerusuhan (?). Bupati Bogor (?) meminta kesediaan Ayah Kohir untuk membantu memadamkan dan menumpas perusuh. Atas persetujuan bupati Cianjur, Ayah Kohir kemudian ke Bogor dan kerusuhan dapat dipadamkan. Atas keberhasilan ini beliau kemudian diminta mengajarkan penca kepada para petugas keamanan. Selama di Bogor Ayah Kohir atau Embah Kohir bermukim di kampung Tarikolot dekat Sungai Cimande, di sana ia mengajarkan penca kepada masyarakat umum dan mendirikan perguruan Cimande. Perguruan kemudian diserahkan kepada keturunannya (?) dan ilmu silat ini kemudian tersebar. Ayah Kohir kemudian pindah dari Kampung Tarikolot ke kota Kabupaten Bogor ke suatu tempat bernama Tanah Sereal dimana akhirnya beliau meninggal dunia di sana.
Versi Agus Suganda (wawancara tanggal 10 Juli 2002) mengungkapkan kisah penemuan jurus tersebut. Mbah Khaer (sebutan lain Ayah Kahir) pada suatu waktu di subuh hari hendak mencuci beras sekaligus berwudlu ke sebuah talang (saluran air) di sisi Sungai Cimende. Ia berbekal sebuah boboko berisi beras (wadah tempat mencuci beras) dan sebuah lampu/pelita untuk menerangi perjalannya ke talang tersebut. Sesampai di dekat talang, ia melihat suatu pemadangan aneh yang baru pertama kali dilihatnya. Di depannya sedang berlangsung pertarungan sengit 2 ekor hewan yaitu seekor harimau dengan seekor monyet. Dalam perlihatannya bagaimanapun harimau tersebut berusaha menekan sang monyet tetapi selalu berhasil dielakkan, demikian pula sang harimau selalu berhasil menangkis serangan gencar sang monyet. Kedua binatang ini tidak menyadari bahwa tingkah laku mereka sedang diperhatikan dengan seksama oleh seorang manusia. Hingga akhirnya pertarungan tersebut selesai tanpa menimbulkan luka berarti pada keduanya dan mereka kabur berlainan arah. Mbah Khaer segera mencuci berasnya dan setelah berwudlu ia cepat-cepat kembali ke rumah karena ia teringat bahwa suaminya selalu pulang pada pagi hari.
Dalam kisah ini Mbah Khaer diriwayatkan sebagai seorang wanita yang mempunyai tugas sebagaimana halnya seorang isteri yaitu mempersiapkan sarapan bagi suaminya. Sesampai di rumah ternyata sang suami telah menunggu dengan muka marah, dan tanpa bertanya apa-apa sang suami langsung menyerang isterinya. Sang suami adalah salah seorang jawara dikampung tersebut yang pekerjaannya pergi malam pulang pagi, sering mabuk-mabukan dan berjudi. Sedangkan sang istri adalah seorang santri dan ibu rumah tangga.
Mendapat serangan tiba-tiba dari suaminya, Mbah Khaer spontan berkelit mengikuti gerakan monyet yang dilihatnya bertarung tadi. Penasaran dengan serangannya yang gagal kembali sang suami menyerang dengan pukulan dan tendangan. Mbah Khaer sambil menggendong boboko berisi beras terus berkelit menghindari serangan suaminya tanpa sekalipun membalas meskipun selalu ada kesempatan untuk itu. Apa yang dilihatnya di talang tadi ternyata memberi ilham baginya untuk menghindar dan menangkis serangan sang suami.
Sang suami akhirnya menghentikan serangannya karena kelelahan ditambah rasa penasaran akan kemampuan istrinya yang dapat dengan mudah menghindari semua serangan-serangannya. Padahal ia terkenal sebagai seorang jawara di tempat itu. Akhirnya ia mengaku takluk dan mengemukakan niat untuk mempelajari jurus-jurus tersebut kepada istrinya. Singkat cerita sang istri kemudian mengajarkan jurus-jurus tersebut dan sang suami adalah murid pertamanya.
Menurut Agus Suganda nama murid pertama Embah Khaer adalah Ayah Kholiah yang berarti juga adalah suaminya sendiri, nama ini terdapat dalam pertalekan Cimande pada urutan kedua setelah nama Mbah Khaer. Dan peristiwa tersebut berlangsung di Kampung Tarikolot dekat Sungai Cimande Kabupaten Bogor
Dari ketiga versi di atas, tidak satupun yang memberikan informasi tentang awal mula (secara absolut) lahirnya Penca Cimande, meskipun ketiganya mendukung fakta bahwa Cimande dilahirkan di Kampung Tarikolot Desa Cimande Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Namun demikian pada informasi dari versi Gending Raspuzi ada disebut angka tahun tentang perkawinan Ayah Kahir dengan wanita asal Cianjur yaitu tahun 1770 (Abad XVIII), kemudian Ayah Kahir pindah ke Kabupaten Bogor pada tahun 1815 dan mendirikan perguruan di Cimande di sana dimana ia kemudian meninggal pada tahun 1825. Ini mengisyaratkan bahwa waktu lahir Perguruan (Sunda = Paguron) Penca Cimande antara tahun 1815 sampai 1825, sehingga dapat ditarik suatu asumsi bahwa aliran penca Cimande ditemukan dalam kurun waktu tersebut berdasarkan alasan bahwa sebuah karya selalu lahir dalam kurun waktu kehidupan penciptanya.
Sumber dari versi ketiga (Agus Suganda) juga tidak menyebut angka tahun bahkan kisahnya mengarah pada Oral History (penyampaian cerita/kisah dari mulut ke mulut) yang lebih bersifat dongeng dalam periwayatannya. Namun pada versi ini dapat dilihat pola penemuan jurus-jurus Cimande dalam keadaan tidak disengaja. Dalam teori Antropologi seperti yang dikemukakan oleh Dixon yang dikutip oleh Prof. Harsojo (1982 : 177-178) bahwa tipe penemuan seperti di atas disebut gejala discovery, yaitu suatu proses pra penemuan yang memenuhi 3 hal yaitu kesempatan, pengamatan, penilaian dan penghayalan. Disamping itu harus ada pula keinginan dan ada kebutuhan. Ketiga hal dalam gejala discovery ini terbentuk dalam kisah Mbah Khaer dalam menemukan jurus Cimande, yaitu adanya kesempatan yang tidak disengaja melihat pertarungan seekor Harimau dengan seekor Kera. Dari pertarungan itu secara langsung (otomatis terjadi pengamatan) dimana Mbah Khaer terus memperhatikan pertarungan tersebut. Dalam hal penilaian dan penghayalan, bahwa manusia dianugrahi memori untuk mengingat kejadian yang berkesan baginya, ini kemudian keluar tanpa disadari (hal pertarungan tersebut) ketika Mbah Khaer diserang oleh suaminya, dan pada saat inilah keinginan mengelak atau menghindari serangan dari suaminya menjadi unsur kebutuhan Mbah Khaer.
Penemuan discovery ini juga disebut penemuan secara kebetulan, dan memang penuturan Agus Suganda tentang kisah Cimande berlangsung secara kebetulan, ini yang membedakannya dengan invention atau penemuan sebagai suatu hasil usaha yang sadar (Ibid : 177), sebab dari ketiga versi di atas tidak satupun yang mengemukakan bahwa Ayah Kahir atau Abah Kohir atau Embah Kohir atau Mbah Khaer pernah berguru kepada suatu perguruan silat sebelumnya. Informasi dari Ensiklopedi Sunda bahwa Abah Kohir atau Embah Kohir sebelum dikenal sebagai guru penca, beliau adalah seorang ahli kebatinan. Dapat diinformasikan di sini bahwa untuk mengolah ilmu kebatinan tidak diperlukan latihan silat, bahkan dalam kisah-kisah penemuan ilmu-ilmu yang bersifat irrasional sering dilakukan sikap semedi (Jawa = tapa) dan olah nafas yang tidak memerlukan gerakan-gerakan silat. Walaupun dimasa sekarang ada perguruan yang telah memadukan keduanya artinya dalam gerakan mengandung tenaga dalam atau tenaga inti. Tetapi untuk kasus Cimande, penggunaan tenaga dalam menjadi bagian tersendiri yang berfungsi sebagai penunjang gerakan silat. Itupun tidak dimiliki oleh semua murid Cimande tergantung pada kematangan dan kesiapan sang murid.
Meskipun keduanya berbeda dalam proses penemuannya, akan tetapi discovery dan invention memenuhi kriteria sebagai unsur-unsur kebudayaan yang pernah diketemukan untuk pertama kali dan dipergunakan untuk pertama kali di dalam masyarakat tertentu (Ibid:). Dari ketiga versi di atas semuanya mengemukakan bahwa aliran silat (penca) Cimande ditemukan pertama kali dan dikembangkan oleh Ayah Kahir atau Abah Kohir atau Embah Kohir atau Mbah Khaer, dan berlangsung pertama kali di Tatar Sunda atau di Tanah Pasundan dalam hal ini Kampung Tarikolot, Desa Cimande, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.
Penca Cimande
Penelusuran awal kelahiran ilmu silat (selanjutnya di sebut penca) Cimande di Tatar Sunda masih dilingkupi misteri. Ini terjadi karena informasi peristiwa tesbut nyaris tidak ada. Artinya informasi kepastian waktu lahirnya tidak ada, yang ada adalah informasi-informasi yang bersifat oral history yang terdiri dari berbagai versi pula. Bahkan yang menarik adalah di kalangan warga Cimande (sebutan bagi mereka yang telah menjadi murid ataupun para penerus aliran silat ini) sendiri terdapat perbedaan penafsiran tentang sosok pencipta aliran penca ini. Ada yang menafsirkan bahwa sosok Ayah Kahir atau Abah Kahir atau Embah Kohir adalah seorang laki-laki (sebagaimana umumnya pengertian jawara, jagoan, pendekar dan sebagainya yang cenderung memilih laki-laki sebagai gendernya) dan ada pula yang mengisahkan beliau adalah seorang wanita yang disebut Mbah Khaer. Tetapi uniknya mereka semua menginduk kepada sang pencipta penca Cimande yang telah dimakamkan di Tanah Sereal Kabupaten Bogor. Setidaknya pada penelitian ini ada 3 versi tentang awal mula lahirnya Cimande. Adapun versi-versi tersebut sebagi berikut :
Versi Gending Raspuzi (Pikiran Rakyat, 2002 : 17). Riwayat sebelum mendirikan sebuah perguruan bernama Penca Cimande, Ayah Kahir pernah tinggal dan mengajarkan ilmunya di kota Kabupaten Cianjur. Di kota ini pada tahun 1770 ia menikahi seorang wanita setempat (nama ?) dan bermukim di Kampung Kamurang, Desa Mande, Cianjur. Di kampung ini pula Ayah Kahir mengajarkan maenpo atau penca kepada para pemuda setempat.
Ketenarannya sebagai guru penca menyebabkan bupati Cianjur Aria Wiratanudatar IV atau Dalem Cikundul (1776-1813) memintanya untuk mengajarkan maenpo kepada putera-putera bupati, pegawai kabupaten dan para petugas keamanan. Tahun 1815, Ayah Kahir ke Bogor dan menetap di Kampung Tarikolot, Desa Cimande Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Di Bogor ini pula ia meninggal dunia pada tahun 1825.
Versi Ensiklopedi Sunda (2000 : 217). Abah Kohir adalah perintis dan penyebar Penca Cimande di Tatar Sunda pada abad XVIII. Beliau dikabarkan berasal dari Kampung Talaga di Majalengka kemudian pindah dan bermukim di Kampung Kamurang, Desa Mande, Kecamatan Cikalong Kulon, Kabupaten Cianjur.
Sebelum dikenal sebagai guru silat, Abah Kohir atau Embah Kohir terkenal sebagai ahli kebatinan di kota Kabupaten Cianjur. Kepandaiannya bermain penca diketahui melalui adu laga dengan seorang Cina yang berasal dari Makao yang mahir beladiri Kuntao (salah satu jenis beladiri yang berasal dari dataran Tiongkok).
Dikisahkan bahwa pada suatu hari ada orang Cina yang melanggar ketertiban umum, maka ia kemudian ditangkap oleh petugas Kabupaten Cianjur. Dalam penangkapan itu, orang Cina tersebut melakukan perlawanan, melecehkan petugas dan menantang adu laga dengan siapa saja. Pada waktu itu petugas keamanan kewalahan dan tidak bisa berbuat banyak.
Ayah Kohir atau Embah Kohir kemudian diminta oleh bupati Cianjur untuk meladeni tantangan orang Cina tersebut sekaligus menangkapnya. Ayah Kohir menyanggupi permintaan bupati, maka dilakukanlah pertarungan di alun-alun kabupaten disaksikan oleh bupati dan masyarakat kota Cianjur. Dalam pertarungan itu, Ayah Kohir dapat mengalahkan orang Cina tersebut dan menyerahkannya kepada bupati. Melihat keberhasilan itu, bupati kemudian meminta Ayah Kohir untuk melatih penca para petugas keamanan Kabupaten Cianjur.
Dikisahkan selanjutnya, beberapa waktu kemudian (?) di Kabupaten Bogor sedang terjadi kerusuhan (?). Bupati Bogor (?) meminta kesediaan Ayah Kohir untuk membantu memadamkan dan menumpas perusuh. Atas persetujuan bupati Cianjur, Ayah Kohir kemudian ke Bogor dan kerusuhan dapat dipadamkan. Atas keberhasilan ini beliau kemudian diminta mengajarkan penca kepada para petugas keamanan. Selama di Bogor Ayah Kohir atau Embah Kohir bermukim di kampung Tarikolot dekat Sungai Cimande, di sana ia mengajarkan penca kepada masyarakat umum dan mendirikan perguruan Cimande. Perguruan kemudian diserahkan kepada keturunannya (?) dan ilmu silat ini kemudian tersebar. Ayah Kohir kemudian pindah dari Kampung Tarikolot ke kota Kabupaten Bogor ke suatu tempat bernama Tanah Sereal dimana akhirnya beliau meninggal dunia di sana.
Versi Agus Suganda (wawancara tanggal 10 Juli 2002) mengungkapkan kisah penemuan jurus tersebut. Mbah Khaer (sebutan lain Ayah Kahir) pada suatu waktu di subuh hari hendak mencuci beras sekaligus berwudlu ke sebuah talang (saluran air) di sisi Sungai Cimende. Ia berbekal sebuah boboko berisi beras (wadah tempat mencuci beras) dan sebuah lampu/pelita untuk menerangi perjalannya ke talang tersebut. Sesampai di dekat talang, ia melihat suatu pemadangan aneh yang baru pertama kali dilihatnya. Di depannya sedang berlangsung pertarungan sengit 2 ekor hewan yaitu seekor harimau dengan seekor monyet. Dalam perlihatannya bagaimanapun harimau tersebut berusaha menekan sang monyet tetapi selalu berhasil dielakkan, demikian pula sang harimau selalu berhasil menangkis serangan gencar sang monyet. Kedua binatang ini tidak menyadari bahwa tingkah laku mereka sedang diperhatikan dengan seksama oleh seorang manusia. Hingga akhirnya pertarungan tersebut selesai tanpa menimbulkan luka berarti pada keduanya dan mereka kabur berlainan arah. Mbah Khaer segera mencuci berasnya dan setelah berwudlu ia cepat-cepat kembali ke rumah karena ia teringat bahwa suaminya selalu pulang pada pagi hari.
Dalam kisah ini Mbah Khaer diriwayatkan sebagai seorang wanita yang mempunyai tugas sebagaimana halnya seorang isteri yaitu mempersiapkan sarapan bagi suaminya. Sesampai di rumah ternyata sang suami telah menunggu dengan muka marah, dan tanpa bertanya apa-apa sang suami langsung menyerang isterinya. Sang suami adalah salah seorang jawara dikampung tersebut yang pekerjaannya pergi malam pulang pagi, sering mabuk-mabukan dan berjudi. Sedangkan sang istri adalah seorang santri dan ibu rumah tangga.
Mendapat serangan tiba-tiba dari suaminya, Mbah Khaer spontan berkelit mengikuti gerakan monyet yang dilihatnya bertarung tadi. Penasaran dengan serangannya yang gagal kembali sang suami menyerang dengan pukulan dan tendangan. Mbah Khaer sambil menggendong boboko berisi beras terus berkelit menghindari serangan suaminya tanpa sekalipun membalas meskipun selalu ada kesempatan untuk itu. Apa yang dilihatnya di talang tadi ternyata memberi ilham baginya untuk menghindar dan menangkis serangan sang suami.
Sang suami akhirnya menghentikan serangannya karena kelelahan ditambah rasa penasaran akan kemampuan istrinya yang dapat dengan mudah menghindari semua serangan-serangannya. Padahal ia terkenal sebagai seorang jawara di tempat itu. Akhirnya ia mengaku takluk dan mengemukakan niat untuk mempelajari jurus-jurus tersebut kepada istrinya. Singkat cerita sang istri kemudian mengajarkan jurus-jurus tersebut dan sang suami adalah murid pertamanya.
Menurut Agus Suganda nama murid pertama Embah Khaer adalah Ayah Kholiah yang berarti juga adalah suaminya sendiri, nama ini terdapat dalam pertalekan Cimande pada urutan kedua setelah nama Mbah Khaer. Dan peristiwa tersebut berlangsung di Kampung Tarikolot dekat Sungai Cimande Kabupaten Bogor
Dari ketiga versi di atas, tidak satupun yang memberikan informasi tentang awal mula (secara absolut) lahirnya Penca Cimande, meskipun ketiganya mendukung fakta bahwa Cimande dilahirkan di Kampung Tarikolot Desa Cimande Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Namun demikian pada informasi dari versi Gending Raspuzi ada disebut angka tahun tentang perkawinan Ayah Kahir dengan wanita asal Cianjur yaitu tahun 1770 (Abad XVIII), kemudian Ayah Kahir pindah ke Kabupaten Bogor pada tahun 1815 dan mendirikan perguruan di Cimande di sana dimana ia kemudian meninggal pada tahun 1825. Ini mengisyaratkan bahwa waktu lahir Perguruan (Sunda = Paguron) Penca Cimande antara tahun 1815 sampai 1825, sehingga dapat ditarik suatu asumsi bahwa aliran penca Cimande ditemukan dalam kurun waktu tersebut berdasarkan alasan bahwa sebuah karya selalu lahir dalam kurun waktu kehidupan penciptanya.
Sumber dari versi ketiga (Agus Suganda) juga tidak menyebut angka tahun bahkan kisahnya mengarah pada Oral History (penyampaian cerita/kisah dari mulut ke mulut) yang lebih bersifat dongeng dalam periwayatannya. Namun pada versi ini dapat dilihat pola penemuan jurus-jurus Cimande dalam keadaan tidak disengaja. Dalam teori Antropologi seperti yang dikemukakan oleh Dixon yang dikutip oleh Prof. Harsojo (1982 : 177-178) bahwa tipe penemuan seperti di atas disebut gejala discovery, yaitu suatu proses pra penemuan yang memenuhi 3 hal yaitu kesempatan, pengamatan, penilaian dan penghayalan. Disamping itu harus ada pula keinginan dan ada kebutuhan. Ketiga hal dalam gejala discovery ini terbentuk dalam kisah Mbah Khaer dalam menemukan jurus Cimande, yaitu adanya kesempatan yang tidak disengaja melihat pertarungan seekor Harimau dengan seekor Kera. Dari pertarungan itu secara langsung (otomatis terjadi pengamatan) dimana Mbah Khaer terus memperhatikan pertarungan tersebut. Dalam hal penilaian dan penghayalan, bahwa manusia dianugrahi memori untuk mengingat kejadian yang berkesan baginya, ini kemudian keluar tanpa disadari (hal pertarungan tersebut) ketika Mbah Khaer diserang oleh suaminya, dan pada saat inilah keinginan mengelak atau menghindari serangan dari suaminya menjadi unsur kebutuhan Mbah Khaer.
Penemuan discovery ini juga disebut penemuan secara kebetulan, dan memang penuturan Agus Suganda tentang kisah Cimande berlangsung secara kebetulan, ini yang membedakannya dengan invention atau penemuan sebagai suatu hasil usaha yang sadar (Ibid : 177), sebab dari ketiga versi di atas tidak satupun yang mengemukakan bahwa Ayah Kahir atau Abah Kohir atau Embah Kohir atau Mbah Khaer pernah berguru kepada suatu perguruan silat sebelumnya. Informasi dari Ensiklopedi Sunda bahwa Abah Kohir atau Embah Kohir sebelum dikenal sebagai guru penca, beliau adalah seorang ahli kebatinan. Dapat diinformasikan di sini bahwa untuk mengolah ilmu kebatinan tidak diperlukan latihan silat, bahkan dalam kisah-kisah penemuan ilmu-ilmu yang bersifat irrasional sering dilakukan sikap semedi (Jawa = tapa) dan olah nafas yang tidak memerlukan gerakan-gerakan silat. Walaupun dimasa sekarang ada perguruan yang telah memadukan keduanya artinya dalam gerakan mengandung tenaga dalam atau tenaga inti. Tetapi untuk kasus Cimande, penggunaan tenaga dalam menjadi bagian tersendiri yang berfungsi sebagai penunjang gerakan silat. Itupun tidak dimiliki oleh semua murid Cimande tergantung pada kematangan dan kesiapan sang murid.
Meskipun keduanya berbeda dalam proses penemuannya, akan tetapi discovery dan invention memenuhi kriteria sebagai unsur-unsur kebudayaan yang pernah diketemukan untuk pertama kali dan dipergunakan untuk pertama kali di dalam masyarakat tertentu (Ibid:). Dari ketiga versi di atas semuanya mengemukakan bahwa aliran silat (penca) Cimande ditemukan pertama kali dan dikembangkan oleh Ayah Kahir atau Abah Kohir atau Embah Kohir atau Mbah Khaer, dan berlangsung pertama kali di Tatar Sunda atau di Tanah Pasundan dalam hal ini Kampung Tarikolot, Desa Cimande, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.
Langganan:
Postingan (Atom)